MAX HAVELAAR (Multatuli)


Max Havelaar merupakan tokoh yang ditulis oleh Eduard Douwes Dekker yakni seorang mantan Asisten Residen Lebak Banten pada abad ke-19. Douwes Dekker terusik nuraninya melihat penerapan system tanam paksa oleh pemerintah Belanda yang menindas bumiputra. Multatuli merupakan nama penanya yang berarti aku menderita, dia mengisahkan kekejaman system tanam paksa yang menyebabkan ribuan pribumi kelaparan, miskin, dan menderita. Rakyat diperas oleh colonial Belanda dan pejabat pribumi korup yang sibuk memperkaya diri. Tragis, lucu, dan humanis Max Havelaar salah satu karya klasik yang mendunia. Kemunculannya menggemparkan dan mengusik nurani, buku ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan diadaptasi dalam film dan drama, gaung kisah Max Havelaarmasih menyentuh pembaca sejak terbit tahun 1860 hingga kini.


Multatuli merupakan nama pena Eduard Douwes Dekker (1820-1887) menulis Max Havelaar setelah 18 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda. Douwes Dekker kembali ke Eropa 1856 dengan hati nuraninya yang masih terusik dengan permasalahan terkait pemerintahan Belandan dan pejabat pribumi terhadap rakyat Indonesia. Ia mengundurkan diri setelah melakukan protes resmi kepada Residen dan Gubenur Jenderal, namun protesnya tehadap permasalahan para pemerintah pribumi di Lebak yang semena-mena terhadap rakyat hanya untuk kepentingan diri dan memperkaya diri tidak mendapat tanggapan yang baik dari pemerintah Hindia belanda. Max Havelaar diterbitkan tahun 1860 menggambarkan pengalaman Douwes Dekker saat menjabat di Indonesia. Novel ini sukses besar dan ia menjadi semacam nurani bangsa dan mengispirasi munculnya gerakan-gerakan emansipasi di Belanda. Karier Multatuli berlangsung selama 18 tahun dania ia kemudian mengasingkan diri ke Jerman dan meninggal pada Februari 1887.

Multatuli atau Eduard Douwes Dekker

Novel Max Havelaar sangat menarik kerana didalamnya menceritakan pegawai pemerintahan Hindia Belanda yakni seorang Asisten Residen di Lebak Banten. Terkait keprihatinannya terhadap masyarakat pribumi yang diperlakukan dengan tidak adil seperti adanya kerja paksa dan perampasan milik masyarakat secara paksa oleh para pemimpin yang berkuasa. Menariknya juga dengan membaca novel ini pembaca dapat sedikit banyak tahu bagaimana tatanan pemerintahan Hindia Belanda dan aktivitas masyarakat pribumi pada masa itu. Namun pembaca cukup sulit memahami peran-peran karakter tokoh-tokoh yang ada dalam buku novel ini, misalnya siapa Droogstoppel  Last & Co Makelar Kopi Lauriergracht No. 37, Sjaalman si pengirim tulisan tentang Max Havelaar, dan Ludwig Stern (Tuan Stern) penyusun tulisan Max Havelaar. Hal tersebut membingungkan pembaca siapa orang pertama dalam novel tersebut. Selain itu buku ini merupakan hasil terjemahan yakni Max Havelaar: Or the Coffe Auctions of the Dutch Trading Company (terbitan Edinburgh, Edmonston & Douglas, 1868) sehingga banyak kalimat atau pernyataan-pernyataan yang tidak mudah dipahami oleh pembaca.





Komentar

Postingan Populer