DANAU DENGAN TANGKUL DAN KERAMBA IKAN
Seperti dikejutkan saat sedang termenung, seperti itulah rasaku saat datang kesebuah danau yang pernahku kunjungi sebelumnya. Ternyata benar semua pasti akan berubah, sama halnya dengan danau ini. Danau yang kulihat pertama kali beberapa tahun lalu merupakan danau yang dipenuhi semak eceng gondok mengapung. Selain eceng tangkul dan keramba ikan banyak dijumpai di danau ini dengan perahu-perahu nelayan di pinggirannya, sungguh pemandangan yang klasik.
Saat ini pinggiran danau di bentengi dengan tembok-tembok kokoh yang seolah diterjang ombak besar pun tidak akan goyah. Bangunan-bangunan megah ala-ala taman di tengah kota metropolitan juga menghiasi danau bukan lagi semak blukar. Pinggiran danau masih berjajar perahu, bukan perahu nelayan tapi perahu mantan nelayan. Perahunya tidak lagi kusam dan lusuh tapi pernuh warna-warni seperti pelangi. Bukan lagi ikan yang ditarik tapi para orang-orang yang berbondong-bondong sekedar melihat-lihat dan berfoto ria untuk kebutuhan eksistensinya. Bukan lagi pancing, jala, keramba, dan tangkul senjatanya, tapi topi barbie lengkap dengan kacamata dan payung bercorak dan bewarna.
Ada yang tidak lagi di jumpai di sana eceng gondong karena sepanjang mata memandang tidak lagi terlihat, entah kemana eceng-eceng itu atau mungkin sudah lari ketakutan karena banyaknya orang-orang yang berlalu-lalang di pinggiran danau. Keramba alat penjara ikan yang banyak mengapung di sekitar danau juga tidak terlihat lagi, mungkinkah telah bertrasformasi atau telah masuk dalam timbangan pengepul rongsok, Entahlah yang pasti telah hilang tanpa jejak.
Dan hati tetap bertanya-tanya jadi kutanyakan saja pada bapak tukang perahu yang disewa perahunya untuk sekedar berkeliling danau sembari berfot ria, kucoba awali pembicaraanya dengan basa-basi yang biasa dilakukan, ternyata itu membuat bapak tukang perahu banyak bercerita, dari siapa beliau sampai dengan bagaimana danau ini. Sebagai masyarakat setempat beliau telah turun-temurun menangkap ikan dan aktivitas ini sejak dulu telah dilakukan oleh masyarakat sekitar danau. Kata beliau dulu bisa menjual banyak sekali ikan dari danau ini, dengan ikan lauk ikan di rumah, kini jika ingin menyantap lauk ikan pun harus merogoh kantong untuk membeli ikan di danau ini. Kini beliau bukan lagi nelayan pencari ikan tapi penjual jasa menyewakan perahunya kepada para penikmat kesenangan dan bersaing dangan para pencipta komersil yang berdatangan dari banyak wilayah.
Kata beliau lagi untuk perahu, ketek, dan bebek-bebekan dapat berkeliling-keliling bebas di danau. Demi aktivitas hura-hura ini eceng tempat bermain ikan di basmi habis, keramba ikan di singkirkan dengan iming-iming ganti untung yang kemungkinan buntung untuk si pemilik yang kehilangan penghasilan jangka panjangnya. Dan segera menyusul tangkul ikan yang sedang dalam negosiasi ganti untung yang buntung, si kuno yang malang. Senjata tradisional menangkap ikan mereka yang menghidupin mereka dari generasi ke generasi sedang dalam ancaman, rakitan bambu dengan jaring perangkapnya, berontakan dan suara letikan ikan saat tangkul diangkat terancam tidak akan terlihat dan terdengar lagi. Lucunya hati dan pikiranku mengkritiki tapi jiwa ragaku menikmati.
Komentar
Posting Komentar