CANTIK ITU LUKA (Eka Kurniawan)
Cantik
Itu Luka merupakan novel
keluarga yang di balut dengan roman, kisah hantu, kekejaman politik, mitologi,
dan petualangan. Dimulai dengan kekasih yang lenyap ditelan kabut hingga
seorang ibu yang menginginkan bayi buruk rupa. Cerita ini berlatar belakang masa kolonial
hingga pasca kolonial. Novel ini menceritakan kisah seorang perempuan berparas
cantik bernama Dewi Ayu yang merupakan keturunan Belanda-Pribumi atau
ketururnan Indo sebutannya pada masa Hindia Belanda.
Eka
Kurniawan
(Penulis)
(Sumber
foto: Google)
Novel ini ditulis oleh Eka Kurniawan
penulis kelahiran Tasikmalaya tahun 1975, latar belakang pendidikannya yakni
lulusan dari Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada pada tahun 1999. Ia
aktif menulis novel, cerita pendek, esai dan karya-karyanya telah diterjemahkan
ke lebih dari 30 bahasa serta telah memperoleh beberapa penghargaan. Novel
Cantik Itu Luka salah satu novel yang telah diterjemahkan ke lebih dari 30
bahasa tersebut.
Karakter Dewi Ayu
sangat kuat pada novel ini, seperti dijelaskan di atas kisah ini dimulai
tentang sepasang (Nenek-kekasihnya) kekasih yang tidak dapat bersama sampai
dangan seorang ibu (Dewi Ayu) yang muak melahirkan putri yang berparas cantik.
Jika dirunut kisah ini sangat memusingkan, dimana silsilah keluarga ini sangat
rumit dan kompleks. Namun, melihat silsilah keluarga ini mengingatkan saya pada
sebuah film Netflix berjudul Dark, akan tetapi ini skala kecilnya. Hal tersebut
dikarenakan adanya hubungan yang tidak beraturan (inses).
Dewi Ayu tumbuh dalam
keluarga Berlanda yang tinggal di Indonesia tepatnya di Halimunda salah satu
daerah di Pulau Jawa. Keluarga yang sangat berkecukupan dimana kakeknya
merupakan pemilik perkebunan, tentu ia merupakan perempuan yang berpendidikan
cukup baik. Namun, pada masa Jepang mulai menduduki Indonesia dan kakeknya terpaksa
meninggalkan keluarga untuk ikut perang ke Batavia melawan Jepang. Sedangkan,
orang-orang Belanda lainnya berbodong-bondong kembali ke negaranya dikarenakan
situasi yang tidak lagi aman bagi mereka keturunan Belanda. Begitu juga nenek
dan bibinya sedangkan Dewi Ayu tetap ingin bertahan di Halimunda. Karena ia merasa Halimunda tidak akan
ditemukan oleh tentara Jepang dan namanya merupakan nama pribumi sehingga ia
tidak akan dikenali. Pada akhirnya ia tetap dapat dikenali sebagai keturunan
Belanda oleh para tentara Jepang sehingga ia ikut dijadikan sebagai tawanan
perang.
Selama menjadi tahanan perang oleh
Jepang, ia dan tawanan lainnya mengalami kehidupan yang sangat berbanding
terbalik dari kehidupan sebelumnya. Hidup sebagai tahanan penjara di tengah
Delta selama beberapa tahun menuntut mereka harus bertahan hidup dengan segala
kekurangan. Terutama kurangnya pangan sehingga tikus, katak, lintah dan buaya menjadi
komsumsi sehari-hari untuk bertahan hidup. Ya, Dewi Ayu melalui itu semua bahkan
ia yang mengawali menjadikan binatang-binatang tersebut sebagai makanan.
Perempuan ini sebenarnya sosok karakter yang pemberani dan tangguh, dengan
situasi apapun ia menghadapinnya dengan sikap yang sangat tenang.
Tidak
berhenti di situ saja selang beberapa lama ia dan para perempuan muda kembali
dibawa oleh tentara Jepang ke sebuah rumah mewah (istana Mama Kalong) bukan
lagi sebuah penjara. Pikir mereka akan dijadikan sebagai buruh kerja paksa atau
sukarelawan Palang Merah, nyatanya yang akan mereka lakukan adalah menjadi budak
seks para tentara Jepang. Dalam novel ini diceritakan cukup detail bagaimana
situasi yang terjadi pada para perempuan-perempuan tawanan tersebut. Dalam kondisi
ini Dewi Ayu tetap dengan sikap tenangnya, meskipun seluruh temannya dipenuhi
ketakutan dan kepanikan. Situasi tersebut berlangsung selama kependudukan
Jepang hingga transisi kemerdekaan. Sampai pada akhirnya mereka dapat bebas
dari tawanan, hanya Dewi Ayu yang menolak meninggalkan rumah tersebut yang pada
akhirnya menjadi rumah bordil. Ia menjadi primadona karena kecantikannya, itulah
pekerjaannya sampai akhir hayatnya hingga ia melahirkan 4 orang putri dengan 3
putri yang sangat cantik dan menawan (Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi). Namun,
putri bungsunya adalah seorang putrinya yang buruk rupa (Cantik) dan itulah harapan terbesarnya. Disinilah keruetan
cerita dalam novel ini, membuat pembaca cukup dibuat terheran-heran. Pembaca juga akan dibuat merasakan kengerian, kengiluan, keanehan,
dan keheranan dengan semua kejadian yang diceritakan. Seolah peristiwa yang
terjadi adalah hal yang bisa dikatakan di luar nalar dan pemikiran penulis yang
tidak biasa. Hingga cerita diakhiri dengan plot
twist yang sangat absurd, sebenarnya hal ini sudah digambarkan pada awal
bab. Namun, pembaca akan menyadarinya setelah selesai membaca bab akhir novel
ini.
*Note: Kata
maafku untuk penulis dan penerbit, pada saat itu saya hanyalah seorang
mahasiswa yang ingin membaca buku dengan memegang sebuah buku di tangan.
Komentar
Posting Komentar